Pemaknaan Ekonomi Kelembagaan

Ekonomi Kelembagaan dibagi menjadi dua, yaitu : Ekonomi Kelembagaan Lama dan Ekonomi Kelembagaan Baru. Ekonomi Kelembagaan Lama sebagian besar besumber dari dua proyek pemelitian, yakni pertama yang dipelepori oleh Thirstein Veblen dan penelitian kedua yang dipandu oleh John R. Commons. Veblen memusatkan perhatiannya pada dikotomi antara bisnis dan aspek industrial dalam perekonomian, yang selanjutnya fokus kajian ini mengembangkan dikotomi antara kelembagaan dan teknologi. Serta mendiskripsikan bagaimana kesepakatan-kesepakatan sosial dan kelompok kepentingan dimapankan untuk menolak perubahan. Sedangkan Commons lebih berkonsntrasi kepada hukum, hak kepemilikan, dan organisasi yang memiliki implikasi terhadap kekuatan ekonomi, transaksi ekonomi, dan distribusi pendapatan. jika konflik tersebut bermuara kepada penciptaan (perubahan) kelembagaan yang memiliki "nilai yang masuk akal" atau menghasilkan "irama kerja yang saling menguntungkan", maka bisa dikatakan proses tersebut telah berhasil; demikian sebaliknya. Dan sedangkan umumnya dengan menggunakan pandangan sebagai kelanjutan dan perluasan dari elemen-elemen kelembagan yang ditemukan dalam aliran ekonomi klasik, neoklasik, dan mazhab Austria, maka disebut juga Ekonomi Kelembagaan Baru. dan Ekonomi kelembagaan baru sifatnya lebih dinamis karena masih bisa menerima dan menggunakan teori klasik dan neoklasik yang masih dipakai dalam penerapan ekonomi kelembagaan dalam kehidupan sehari-hari.

Sebagai abstraksi, Callen (2000: 13-14) mengungkapkan beberapa kerakteristik umum dari kelembagaan, yakni:
1. Kelembagaan secara sosial diorgaisasi dan didukung, yang biasanya kelembagaan dibedakan setiap rintangan-rintangan atas perilaku manusia, misalnya halangan biologis dan rintangan fisik.
2. Kelembagaan adalah aturan-aturan formal dan keonvensi informal, serta tata perilaku. 
3. Kelembagaan secara perlahan-lahan berubah atas kegiatan-kegiatan yang telah dipandu maupun dihalangi.
4. Kelembagaan juga mengatur larangan-larangan dan persyaratan-persyaratan.

Faktanya, menurut Kapp, Ekonomi Kelembagaan selalu bertujuan untuk menciptakan reprsentasi yang menyeluruh dari proses ekonomi, baik di dalam maupun bagian dari sistem sosial yang kompleks dan interaksi yang terjadi didalamnya. Dalam kontes ini, adanya inovasi, ilmu pengetahuan dan teknologi, konflik kepentingan, kekuasaan dan pemaksaan dalam kehidupan ekonomi dan sosial harus menjadi bagian penting dari investigasi dalam tradisi pendektana ekonomi kelembagaan.

Ciri Ekonomi Kelembagaan yaitu ada tiga karekteristik (Kapp, 1988a:99) :
1. Adanya kritik umum terhadap anggapan awal dan elemen normatif yang tersembunyi dari analisis ekonomi tradisional.
2. Pandangan umum proses ekonomi sebagai sebuah sistem terbuka dan sebagai bagian dari jaringan sosio-kultural sebuah hubungan.
3. Penerimaan umum atas prinsip 'aliran sebab akibat' sebagai hipotesis utama untuk menjelaskan dinamika proses ekonomi, termasuk keterbelakangan dan pembangunan.

Jika dikomperasikan antara ekonomi kelembagaan dan ekonomi neoklasik, maka keduanya meyakini bahwa esemsi dari ilmu ekonomi adalah bagaimana menghasilkan dan mendistribusikan barang dan jasa yang sangat terbatas . Keduanya mengasumsikan kemampuan manusia untuk mengelola hal itu, serta percaya pada sistem dan mekanisme insentif dan disinsnetif. Namun, terlalu banyak hal yang membedakan antara ekonomi kelembagaan dan ekonomi neoklasik. Ekonomi neoklasik jelas sangat peduli terhadap perubahan atau konsekuensi yang terjadi akibat perubahan kegunaan kepuasan individu. Sedangkan Ekonomi kelembagaan lebih memfokuskan analisisnya pada transaksi yang terjadi. antara dua atau lebih perilaku ekonomi.

Ada delapan aspek dari Ekonomi Kelembagaan menurut Samuels ( 1995:573):
1. Ekenomi kelembagaan cenderung menekankan kepada proses evolusioner melalui penolakannya terhadap ekonomi klasik.
2. Ahli-ahli kelembagaan menolak pandangan neoklasik mengenai pasar bebas dan pasar yang efisien.
3. Ide penting yang dibuat oleh Ekonomi Kelembagaan adalah bahwa faktor teknologi tidaklah "given".
4. Ahli kelembagaan mengampanyekan pandangan yang menyatakan bahwa sumberdaya dialokasikan melalui struktur kelembagaan yang bermacam-macam dan dalam beragam hubungan kekuasaan yang hidup di masyarakat.
5. Menurut Samuels, "teori kelembagaan merupakan nilai yang tidak melihat harga-harga relatif namun nilai kepentingan terhadap kelembagaan, struktur sosial, dan perilaku.
6. Kultur dan kekuasaan menentukan cara bagaimana individu berprilaku.
7. Samuels berpandangan bahwa ahli ekonomi kelembagaan lebih "pluralistik"
8. Akhirnya, ekonomi kelembagaan melihat ekonomi merupaka cara pandang yang menyeluruh dan mencoba untuk menjelaskan ekonomi dalam prespektif multidispliner.

Source :
Yustika, Ahmad Erani. 2012. Ekonomi Kelembagaan : Paradigma, Teori dan Kebijakan. Jakarta. Erlangga.


#TUGAS2





Komentar

Postingan Populer