Teori Modal Sosial
Modal sosial
sebagai sumberdaya sosial dipandang sebagai investasi untuk mendapatkan
sumberdaya baru dalam masyarakat. Oleh karena itu modal sosial diyakini sebagai
salah satu komponen utama dalam menggerakkan kebersamaan, mobilitas ide, saling
percaya dan saling menguntungkan untuk mencapai kemajuan bersama.
Definisi Modal sosial adalah
kapabilitas yang muncul dari kepercayaan umum di dalam sebuah masyarakat atau
bagian-bagian tertentu dari masyarakat tersebut. Selain itu, konsep ini juga
diartikan sebagai serangkaian nilai atau norma informal yang dimiliki bersama
di antara para anggota suatu kelompok yang memungkinkan terjalinnya kerjasama.
Fukuyama, F.(1995).
Sedangkan Fukuyama (1999) menyatakan bahwa modal sosial memegang
peranan yang sangat penting dalam memfungsikan dan memperkuat kehidupan
masyarakat modern. Modal sosial merupakan syarat yang harus
dipenuhi bagi pembangunan manusia, pembangunan ekonomi, sosial, politik
dan stabilitas demokrasi, Berbagai permasalahan dan penyimpangan yang terjadi
di berbagai negara determinan utamanya adalah rendahnya modal sosial yang tumbuh di
tengah masyarakat. Modal sosial yang lemah akan meredupkan semangat gotong
royong, memperparah kemiskinan, dan menghalangi upaya untuk meningkatkan kesejahteraan
penduduk.
Menurut Hasbullah (2006),
modal sosial memiliki enam unsur yaitu:
1. Participation in a network. Kemampuan sekelompok orang untuk melibatkan diri
dalam suatu jaringan hubungan sosial, melalui berbagai variasi hubungan yang saling berdampingan dan dilakukan atas dasar prinsip kesukarelaaan (voluntary), kesamaan (equality), kebebasan (freedom), dan keadaban (civility). Kemampuan anggota kelompok atau anggota masyarakat untuk selalu menyatukan diri dalam suatu pola hubungan yang sinergis akan sangat besar pengaruhnya dalam menentukan kuat tidaknya modal sosial suatu kelompok.
1. Participation in a network. Kemampuan sekelompok orang untuk melibatkan diri
dalam suatu jaringan hubungan sosial, melalui berbagai variasi hubungan yang saling berdampingan dan dilakukan atas dasar prinsip kesukarelaaan (voluntary), kesamaan (equality), kebebasan (freedom), dan keadaban (civility). Kemampuan anggota kelompok atau anggota masyarakat untuk selalu menyatukan diri dalam suatu pola hubungan yang sinergis akan sangat besar pengaruhnya dalam menentukan kuat tidaknya modal sosial suatu kelompok.
2. Reciprocity. Kecenderungan saling tukar kebaikan antar individu dalam suatu kelompok atau antar kelompok itu sendiri. Pola pertukaran terjadi dalam suatu kombinasi jangka panjang dan jangka pendek dengan nuansa altruism tanpa mengharapkan imbalan. Pada masyarakat dan kelompok-kelompok sosial yang terbentuk yang memiliki bobot resiprositas kuat akan melahirkan suatu masyarakat yang memiliki tingkat modal sosial yang tinggi.
3. Trust. Suatu bentuk keinginan untuk mengambil resiko dalam hubungan-hubungan sosialnya yang didasari oleh perasaan yakin bahwa yang lain akan melakukan sesuatu seperti yang diharapkan dan akan senantiasa bertindak dalam suatu pola tindakan yang saling mendukung. Paling tidak, yang lain tidak akan bertindak merugikan diri dan kelompoknya (Putnam, 1993). Tindakan kolektif yang didasari saling percaya akan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam berbagai bentuk dan dimensi terutama dalam konteks kemajuan bersama.
4. Social
norms. Sekumpulan aturan yang diharapkan
dipatuhi dan diikuti oleh masyarakat dalam suatu entitas sosial tertentu.
Aturan-aturan ini biasanya terinstitusionalisasi, tidak tertulis tapi
dipahami sebagai penentu pola tingkah laku yang baik dalam konteks hubungan
sosial sehingga ada sangsi sosial yang diberikan jika melanggar. Norma sosial
akan menentukan kuatnya hubungan antar individu karena merangsang kohesifitas
sosial yang berdampak positif bagi perkembangan masyarakat. Oleh
karenanya norma sosial disebut sebagai salah satu modal sosial.
5. Values. Sesuatu ide yang telah turun temurun dianggap benar dan penting oleh anggota kelompok masyarakat. Nilai merupakan hal yang penting dalam kebudayaan, biasanya ia tumbuh dan berkembang dalam mendominasi kehidupan kelompok masyarakat tertentu serta mempengaruhi aturan-aturan bertindak dan berperilaku masyarakat yang pada akhirnya membentuk pola cultural.
5. Values. Sesuatu ide yang telah turun temurun dianggap benar dan penting oleh anggota kelompok masyarakat. Nilai merupakan hal yang penting dalam kebudayaan, biasanya ia tumbuh dan berkembang dalam mendominasi kehidupan kelompok masyarakat tertentu serta mempengaruhi aturan-aturan bertindak dan berperilaku masyarakat yang pada akhirnya membentuk pola cultural.
6. Proactive action. Keinginan
yang kuat dari anggota kelompok untuk tidak saja berpartisipasi tetapi
senantiasa mencari jalan bagi keterlibatan anggota kelompok dalam suatu
kegiatan masyarakat. Anggota kelompok melibatkan diri dan mencari
kesempatan yang dapat memperkaya hubungan-hubungan sosial dan menguntungkan
kelompok. Perilaku inisiatif dalam mencari informasi berbagai pengalaman,
memperkaya ide, pengetahuan, dan beragam bentuk inisiatif lainnya baik oleh
individu mapun kelompok, merupakan wujud modal sosial yang berguna dalam
membangun masyarakat.
Modal
Sosial: Empat Perspektif
Terdapat empat argumentasi yang
dapat memberikan penjelasan yang cukup representatif (Lin,2001:1920). Pertama, dalam pasar yang tidak sempurna
ikatan social dalam posisi okasi/hierarki yang strategis dapat menyediakan
individu dengan informasi yang berguna tentang kesempatan dan pilihan-pilihan.
Sebaliknya, individu yang tidak memiliki posisi yang strategis, dipastikan
tidak memiliki keuntungan tersebut. Dengan adanya informasi di tangan itu
artinya individu tersebut bias mengurangi biaya transaksi untuk melakukan
kegiatan ekonomi. Kedua, ikatan
social bias mengpengaruhi perilaku, misalnya supervisor organisasi, yang
memiliki peran penting dalam pengambilan keputusan (seperti proses peenggajian
ataupun promosi). Ketiga, ikatan
social mungkin diberikan oleh organisasi atau pelakunya sebagai sertifikasi
kepercayaan social individu, yakni sesuatua yang merefleksikan aksesibilitas
individu terhadap sumber daya lewat jaringan dan relasi yang dipunyai. Keempat, hubungan social
diekspektasikan dapat memperkuat kembali identitas dan pengakuan (recognition).
Penguatan kembali (reinforcement) tersebut sangat esensial bagi pemeliharaan
kesehatan mental dan pembagian sumber daya. Jadi, keempat elemen tersebut,
informasi; pengaruh; kepercayaan social; dan penguatan kembali, mungkin bias
menjelaskan mengapa modal social bekerja dalam tindakan-tindakan instrumental
dan ekspresif yang tidak dapat dihitung dalam bentuk modal personal, seperti
modal ekonomi atau manusia.
Seperti yang dikatakan oleh Coleman,
terdapat tiga penampakan yang memiliki aspek struktur dan kognisi maka
didapatkan sebuah operasionalisasi modal social sebagai berikut. Pertama, menurut sumber dan
pengejawantahannya, secara struktur modal social terdiri dari peran dan aturan,
jaringan dan hubungan interpersonal dengan pihak lain, serta prosedur dan
kejadian. Sedangkan aspek kognisinya terdiri dari norma-norma, nilai-nilai,
perilaku, dan keyakinan. Kedua,
menurut cakupannya (doamins), strutur modal social terbentuk dari organisasi
social dan aspek kognisinya mewujud dalam budaa sipil (civic culture). Budaya
bias dimaknai sebagai kemampuan warga Negara/ masyarakat untuk mengekspresikan
dan mengorganisasikan kepentingannya melalui saluran-saluran yang tersedia. Ketiga, menurut elemen-elemen umum
(common elements) struktur modal social terbangun berdasarkan ekspektasi yang
mengarah kepada perilaku kerja sama yang saling menguntungkan. Sedangkan aspek
kognisi dari elemen umum ini tidak bias diidentifikasikan secara jelas karena
sangat tergantung dari kesepakatan anggota-anggota yang terlibat dalam hubungan
kerja sama tersebut (secara detail bias dilihat pada Tabel 8.1).
Tabel
8.1 Dimensi Struktur Dan Kognisi Modal Sosial
Struktur
|
Kognisi
|
|
Sumber dan
pengjawantahan
|
Peran dan aturan
Jaringan dan hubungan
interpersonal dengan
pihak lain
Prosedur dan kejadian
|
Norma-norma
Nilai-nilai
Perilaku
Keyakinan
|
Cakupan (domains)
|
Organisasi sosial
|
Budaya social (civic culture)
|
Factor dinamis
|
Ketekaitan horizontal
Keterkaitan vertikal
|
Kepercayaan, solidaritas, kerja sama, kedermawanan
|
Elemen dasar
|
Ekspektasi yang mengarahkan kepada perilaku kerja
sama yang saling menguntungkan
|
_
|
Selanjutnya,
konsep modal social tidaklah dipahami secara tunggal, melainkan mempunyai
dimensi yang multispektrum. Sampai saat ini, setidaknya terdapat empat cara
pandang terhadap modal social (Woolcock dan Narayan), (2000:229-238). Pertama,
pandangan komunitarian, yang melihat jumlah dan keeretan (density) kelompok
dalam sebuah komunitas, menganggap modal social sebagai sesuatu yang secara
inheren baik, dan memandang lanjut, pandangan komunitarian secara implisit
mengasumsikan bahwa komunitas memetik keuntungan. Terlepas dari beberapa
fakta-fakta yang bias berseberangan dari kacamata hal ini, pendekatan
komunitarian sudah bisa memotret sebagian dari struktur social yang hidup di
masyarakat.
Kedua,
pandangan jaringan/jejaring (network
view). Pandangan ini menggabungkan dua level, sisi atas (upside) dan sisi bawah (downside), yang menekankan pentingnya
asosiasi vertical dan horizontal diantara orang-orang dan relasinya dengan
entitas organisasi lain, semacam kelompok komunitas dan perusahaan (firms). Secara jelas, konsep ini
sebetulnya mengoperasikan dua sifat penting dari modal social, yakni sebagai
ikatan (bonding) dan jembatan. Dalam pandangan ini, modal social sebagai
‘ikatan’ karena kekuatan hubungan didalam sebuah komunitas (intercommunity) bias memberikan kepada
setiap keluarga dan komunitas sebuah identitas dan tujuan bersama (common purpose). Selanjutnya modal
social sebagai ‘jembatan’ bermakna tanpa adanya kelemahan ikatan antarkomunitas
(intercommunity), seperti keragaman
social yang dipicu oleh perbedaan agama, kelas, entitas, gender, dan status
social ekonomi. Dengan begitu, pandang jaringan ini bias dikarakteristikan
dalam dua proposisi kunci: (i) modal social adalah pedang berisi dua (double-edged sword). Artinya, modal
social dapat menyediakan layanan-layanan yang bermanfaat bagi anggota
komunitas, tetapi juga ongkos yang mungkin keluar akibat ikatan yang sama
melakukan klaim non-ekonomi terhadap anggota-anggota komunitas dalam hal
kewajiban dan komitmen yang menimbulkan konsekuensi negative ekonomi. Misalnya,
anggota komunitas yang kuat bias saja mengisolasi anggota komunitas lainnya
untuk mendapatkan informasi mengenai kesempatan kerja, dll. Dan (ii)
sumber-sumber modal social perlu dipisahkan dari konsekuensi-konsekuensi yang
muncul dari kemungkinan negative. Artinya, pencapaian modal sosial yang
diinginkan bias jadi mengabaikan kemungkinan bahwa hasil tersebut diperoleh
dengan jalan membebani kelompok lainnya sehingga pencapaian tersebut tidak
optimal, atau hasil diinginkan saat ini sebenarnya akan menimbulkan biaya di
kemudian hari.
Dalam level yang lebih makro, jembatan
modal social dapat dikaitkan dengan tata kelola yang menghasilkan
pencapaian ekonomi. Narayan (1999) mengintegrasikan ide inti dari jembatan
modal social yang menyatakan bahwa intervensi yang berbeda dibutuhkan bagi
kombinasi tata kelola yang berlainan dan jembatan
modal social dalam sebuah kelompok, komunitas, atau masyarakat (lihat bagan
8.1). Dalam masyarakat (atau komunitas) dengan tata kelola yang baik dan level
jembatan modal social yang tinggi, diestimasikan terdapat komplementaritas
antara Negara dan masyarakat, serta antara kemakmuran ekonomi dan ketertiban
social.
Ketiga,
pandangan kelembagaan (institution view).
Pandangan ini berargumentasi bahwa vitalitas jaringan komunitas dan masyarakat
sipil merupakan produk dari system politik, hokum, dan lingkungaan kelembagaan
(institutional environment). Dengan
kata lain, perspektif kelembagaan menganggap kapasitas kelompok-kelompok social
untuk melakukan aksi/tindakan menurut kepentingan kolektifnya tergantung kepada
mutu kelembagaan formal di mana kelompok tersebut tinggal/berdiam.
Keempat,
pandangan sinergi (synergy view).
Pandangan ini kurang lebih berupaya mengintegrasikan konsep jejaring (network) dan kelembagaan (institutional). Evans (1992,1995,1996),
sebagai pioneer pandangan ini, menyimpulkan bahwa sinergi antara pemerintah dan
masyarakat/ warga Negara didasarkan atas prinsip komplementer dan kelekatan.
(ringkasan empat perspektif tersebut dapat dilihat dalam Tabel 8.2).
Tabel 8.2: Empat Perspektif Modal Sosial
Perspektif
|
Pelaku
|
Preskrpsi Kebijakan
|
Perspektif
Komunitarian
Asosiasi lokal
|
Kelompok komunitas
Organisasi sukarela
|
Kecil itu indah
Mengidentifikasi aset sosial
kaum miskin
|
Perspektif Jaringan
Ikatan dan jembatan ikatan komunitas
|
Wirausahawan Kelompok
bisnis Perantara informasi
|
Desentralisasi Menciptakan
zona usaha Menjebatani
pemisahan sosial
|
Perspektif Kelembagaan
Kelembagaan politik dan
hukum
|
Sektor privat dan publik
|
Desain kebebasan sipil dan politik
|
Perspektif Sinergi
Jaring komunitas dan
relasi Negara-masyarakat
|
Kelompok komunitas,
masyarakat sipil,
perusahaan, dan negara
|
Produksi bersama, partisipasi
Komplementasitas, keterikatan
Penguatan kapasitas dan
skala organisasi lokal
|
Modal
sosial: Implikasi Negatif
Dalam
identifikasi yang mendalam, setidaknya kontroversi menyangkut konsep modal
social ini bias dibagi dalam empat isu (Lin, 2001:26-28). Pertama, kontroversi
yang menghadapkan apakah modal social itu asset kolektif atau individu. Pada
level kelompok, modal social mempresentasikan beberapa agregrasi sumber daya
yang bernilai (ekonomi, politik, budaya, atau social dalam koneksi social) bagi
interaksi anggota dalam sebuah jaringan. Kesulitan muncul apabla modal social
didiskusikan sebagai barang kolektif atau public karena membaur dengan norma,
kepercayaan, dan barang public lainnya. Kedua, kontroversi yang melihat modal
social sebagai klosur atau jaringan terbuka dalam sebuah jaringan terbuka dalam
sebuah jaringan atau relasi social. Bourdie, melihat modal social sebagai
investasi dari anggota-anggota modal social yang berasal sebagai investasi dari
anggota-anggota modal social yang berasal dari kelas dominan (sebagai kelompok
atau jaringan) yang bertujuan menjaga dan meproduksi solidaritas kelompok dan
melestarikan posisi kelompok dominan tersebut.
Tabel 8.3: Kontroversi Modal Sosial
Isu
|
Isi
|
Masalah
|
Aset kolektif atau individu
(Coleman, Putnam)
|
Modal social sebagai asset
kolektif
|
Membaur (confounding)
dengan norma, kepercayaan
|
Closure atau jaringan terbuka
(Bourdieu, Coleman,
Putnam)
|
Kelompok harus tertutup
dan rekat (dense)
|
Visi kelas masyarakat dan
ketiadaan mobilitas
|
Fungsional (Coleman)
|
Modal social diindikasikan oleh efeknya terhadap
tindakan tertentu (particular)
|
Tautology (sebab ditemukan
oleh efeknya)
|
Pengukuran (Coleman)
|
Tidak bias dikuantifikasi
|
Heuristik, tidak dapat salah
(not falsifiable)
|
Ketiga, kontroversi yang dipicu oleh
pandangan Coleman, yang menyatakan bahwa modal social merupakan ‘sumber daya
struktur social’ yang menghasilkan keuntungan (return) bagi individu dalam
sebuh tindakan yang spesifik. Coleman memberikan tekanan bahwa ‘modal social
bukanlah entitas tunggal’ melainkan bermacam-macam entitas yang berbeda dan
memiliki dua karakteristik penting: modal social berisi aspek dari struktur
social dan modal social dapat ditangkap hanya melalui efeknya; atau modal
social merupakan investasi yang tergantung pada pengembalian terhadap individu
tertentu dalam sebuah spesifik.
Keempat,
kontroversi ini mengenai pengukuran (measurement). Coleman mempertanyakan,
apakah modal social bias disepadankan dengan modal ekonomi, fisik, dan manusia
sehingga bias dikuantifikasi dalam bidang ilmu social? Sampai saat ini modal
social lebih banyak didekati dengan analisis kualitatif dan untuk analisis
kuantitatifnya biasanya dilakukan dengan mengambil indicator-indikator
kualitatif. Kecenderungannya, bagi kebanyakan ahli, mereka menghendaki modal
social bias diukur melalui pendekatan kuantitatif (secara lebih detail, empat
kontroversi modal social bias dilihat di Tabel 8.3).
Beberapa studi menunjukkan empat
konsekuensi negative dari modal social (Portes, 1998:15): pengucilan dari pihak
luar (exclusion of outsiders), dampak
klaim terhadap anggota kelompok (excess
claims on group members), rintangan terhadap kebebasan individu (restriction on individual freedoms), dan
penyempitan ruang lingkup dari norma (downward
levelling norms).
Modal
Sosial dan Pembangunan Ekonomi
Kelahiran modal social dipicu dari
ranah bidang ilmu sosiologi, begitu sampai dalam kupasan bidang ekonomi
dianggap sebagai bagian dari bentuk modal yang diharapkan memiliki donasi
terhadap pertumbuhan ekonomi. Jika dibagi dalam level studi, riset-riset yang
mencoba menghubungkan antara modal social dan pembangunan ekonomi biasanya
mengambil dua karekteristik berikut: (i) penelitian hulu yang mencoba mencari landasan teoritis
yang merelasikan modal social dengan pembangunan ekonomi; dan (ii) penelitian
hilir yang berusaha melacak implikasi modal social terhadap pembangunan
ekonomi. Kedua level studi tersebut masing-masing sudah menyumbangkan khasanak
pemikiran yang matang, sehingga saat ini telah tersedia beberapa argumentasi
teoritis maupun empiris untuk menjelaskan hubungan antara modal social dan
pembangunan ekonomi.
Dalam perspektif rasionalitas
transaksional, yang secara tipikal digunakan untuk melakukan analisis pertukaran
ekonomi, tujuan utamanya untuk memperoleh modal ekonomi (sumber daya melalui
transaksi) dan kepentingan dalam aspek transasional pertukaran yang dimediasi
oleh harga dan uang. Dengan basis ini, aturan-aturan pertukaran berperan dalam
dua hal. Pertama,jika hubungan dengan agen tertentu menghasilkan keuntungan,
maka keputusannya adalah melanjutkan hubungan transaksi berikutnya. Kedua, bila
hubungan tersebut gagal menghasilkan laba relatif, maka dua pilihan yang dapat
dambil: (1) menemukan hubungan alternative yang bias memproduksi keuntungan;
atau (2) merawat hubungan tersebut, tetapi dengan berupaya mengurangi biaya
transaksional. Dengan begitu, analisis kritis dalam pertukaran ekonomi
memfokuskan kepada transaksi simetris dalam episodis atau transaksi yang
berulang ( lihat Tabel 8.4).
Tabel 8.4: Rasionalitas Pertukaran Ekonomi dan Sosial
Elemen
|
Pertukaran Ekonomi
|
Pertukaran Sosial
|
Fokus pertukaran
|
Transaksi
|
Hubungan (relationship)
|
Kegunaan
(optimisasi)
|
Laba relative terhadap
biaya dalam transaksi
(transaction at a cost)
|
Laba relative terhadap biaya dalam
hubungan (relationship at a cost)
|
Pilihan rasional
|
Relasi alternatif
Biaya transaksional dan reduksi
|
Transaksi alternatif
Biaya hubungan/relasional dan reduksi
|
Bentuk pembayaran
(episodic payoff)
|
Uang (kredit ekonomi,
utang ekonomi)
|
Pengakuan / recognition (kredit
sosial, utang sosial)
|
Penghargaan umum
(generalized payoff)
|
Kesejahteraan (status
ekonomi)
|
Reputasi (status sosial)
|
Penjelasan logika
(explanatory logic)
|
Hukum alam (law of nature)
Daya tahan pelaku
Optimisasi laba
|
Hukum manusia (law of humans)
Daya tahan kelompok
Minimalisasi kurgian
|
Motivasi dari rasionalitas
relasional adalah untuk memeroleh reputasi lewat pengakuan dalam jaringan atau
kelompok, sedangkan kegunaan pertukaran adalah untuk mengoptimasi keuntungan
relasional (menjaga hubungan sosial) serta juga analisis biaya dan keuntungan.
Dengan basis ini, juga terdapat dua aturan partisipasi pertukaran. Pertama,
jika transaksi spesifik mempromosikan sebuah hubungan yang kuat dan perluasan
pengakuan, maka transaksi akan dilanjutkan. Kedua, bila transaksi gagal
mempromosikan hubungan yang kuat, maka dua pilihan bisa dipertimbangkan: (1)
menemukan alternatif transaksi yang akan memberikan keuntungan (misalnya
meningkatkan sensitivitas dalam transaksi untuk mengiming-imingi dan memperkuat
pengakuan); atau (2) merawat transaksi tersebut dengan jalan mengurangi ongkos
relasional. Seterusnya hal seperti rasionalitas transaksional, keputusan
tergantung dari proses untuk menemukan transaksi alternative dan biaya
relasional relative (Lin, 2001:155-156).
Hubungan antara modal social dan
pembangunan ekonomi tersebut juga bias dilacak dari sisi lain. Kegiatan ekonomi
selalu berupa kerja sama antarpelakunya, apapun motif yang ada dibaliknya
(profit, harga diri, status, preferensi, dll). Sedangkan kerja sama itu
membutuhkan kepercayaan , yang dalam ekonomi modern dapat digantikan dengan
mekanisme formal untuk mencegah kecurangan/penipuan, seperti system kontrak.
Tapi, formalitas itu sendiri tidak akan pernah menggantikan kepercayaan karena
system kontrak hanyalah instrument pendukung (bukan utama). Sampai disini,
pandang paling agungdari modal social menyatakan bahwa kerja sama tergantung
dari kepercayaan. Masyarakat yang memiliki tingkat kepercayaan tinggi akan
sanggup melakukan kerja sama yang dapat digalang hanya sampai pada level
terbatas, misalnya perusahaan yang berbasis keluarga (family firm-based). Jadi,
dalam hal ini harus dipahami modal social sebagai sumber daya bermakna bahwa
komunitas bukanlah sebuah produk atau hasil pertumbuhan ekonomi, tetapi
merupakan ‘prakondisi’ bagi tercapainya pertumbuhan ekonomi, (Putnam, 1995;
dalam Champlin, 1999:1304).
Studi Kasus Modal Sosial
Artikel
ini bertujuan untuk membahas peran modal sosial petani cengkeh dalam mendukung
usaha pertanian tanaman cengkeh. Lokasi penelitiannya berada di Desa Ketanda,
Kecamatan Sumpiuh, Kabupaten Banyumas. Pertanian cengkeh adalah salah satu
pertanian yang menjadi komoditi unggulan bagi petani di Indonesia, begitu pula
bagi petani di Desa Ketanda, hingga akhirnya petani harus merugi karena cengkeh
tidak laku di pasaran.saat ini hanya beberapa petani cengkeh yang masih
bertahan untuk tetap bertani cengkeh, hal ini tidak terlepas dari modal sosial
yang dimiliki oleh para petani cengkeh. Hasil penelitian menunjukan bahwa
petani memiliki alasan kuat untuk tetap mempertahankan pertanian cengkeh yang
dimiliki. Alasan petani dalam mempertahankan pertanian cengkehnya diperoleh
dari modal sosial yang dimiliki oleh para petani cengkeh. Modal sosial yang
dimaksud adalah berupa jaringan, trust, serta nilai dan norma. Petani
memanfaatkan modal sosial yang mereka miliki melalui beberapa cara, yaitu:
memanfaatka jaringan untuk meningkatkan kemampuan pertanian cengkeh petani,
untuk mendistribusikan hasil panen, memanfaatkan nilai dan norma sebagai
pengendalian di dalam usaha pertanian cengkeh, serta menjadikan trust sebagai
dasar dalam mengembangkan pertanian cengkeh. Modal sosial yang dimiliki petani
saat ini berperan sebagai sarana informasi untuk mengembangkan pertanian
cengkeh serta sebagai sarana untuk mendapatkan akses untuk melakukan pengembangan
usaha pertanian cengkeh di Desa Ketanda.
Sumber:
(http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/solidarity/article/view/6042
, diakses pada 18 September 2016 pukul 16.47 WIB)
Dari artikel diatas, dapat
disimpulkan bahwa modal sosial memiliki peranan penting. Dalam artikel tersebut
dijelaskan bahwa modal sosial yang dimiliki petani dapat membatu mereka tetap
bertahan ditengah menurun drastisnya permintaan cengkeh di pasaran. Dari situ
akhirnyanya menyebabkan banyak petani cengkeh yang mulai meninggalkan kegiatan
bertaninya.
Namun
tidak semua petani cengkeh yang berhenti untuk bertani, sebagian tetap
mempertahankan kebun cengkehnya. Mereka yang masih bertahan memiliki modal
sosial berupa jaringan, trust, serta nilai dan norma. Modal tersebut mereka
gunakan untuk terus bertahan ditengah krisis yang melanda.
Modal
sosial yang pertama adalah jaringan. Jaringan sangat membantu petani dalam
beberapa hal seperti pusat informasi dan pemasaran. Ketika petani memiliki
jaringan yang cukup luas, maka akan mempermudah dalam menjangkau dan memasarkan
hasil taninya ke daerah-daerah lain. Jadi, pemasaran hasil taninya tidak hanya
berkutat pada satu wilayah tertentu. Akan lebih bagus lagi ketika cengkeh yang
dijual petani dapat di ekspor keluar negeri.
Kemudian
yang kedua adalah trust. Ketik petani mendapat kepercayaan dari konsumen maka
akan mempermudah dalam hal pemasaran. Dengan jaringan yang luas dan ditambah
dengan kepercayaan dari konsumen maka akan menciptakan pasar yang cukup
menguntungkan. Selain itu nilai-nilai dan norma yang berlaku di masyarakat
membantu petan dalam menjalankan serta mengembangkan usaha yang berkelanjutan.
Jadi, pada intinya, modal sosial merupakan investasi jangka panjang yang dapat
membantu dalam pembentukan jaringan yang kuat
Source : Yustika, Ahmad Erani. 2012. Ekonomi Kelembagaan : Paradigma, Teori dan Kebijakan. Jakarta. Erlangga.
#TUGAS 8
Komentar
Posting Komentar