Teori Hak Kepemilikan

Ekonomi kapitalis percaya bahwa satu-satunya hak kepemilikan yang harus dirawat adalah private property rights (hak kepemilikan individu), sedangkan ekonomi sosialis meyakin bahwa hak kepemilikan yang benar hanyalah state property rights (hak kepemilikan negara). Padahal, dalam realitasnya, persoalan hak kepemilikan di Negara-negara berkembang, yang secara ekstrem tidak menganut rezim private maupun state property rights, menghendaki analisis yang lebih tajam dari sekedar memilih di antara kutub yang bersebrangan tersebut. Sementara itu, bagi pengambil kebijakan masalahnya bukan sekedar memilih jenis hak kepemilikan, namun bagaimana hak kepemilikan itu diregulasi dan ditegakkan sehingga membantu proses pembangunan ekonomi.

Definisi dan Tipe Hak Kepemilikan

Asumsi menyebutkan bahwa hak kepemilikan ditetapkan kepada individu menurut prinsip kepemilikan pribadi dan bahwa sanksi atas hak kepemilikan dapat dipindahkan melalui izin menurut prinsip kebebasan kontrak. Melalui konsep dasar tersebut hak kepemilikan (right of ownership) atas suatu asset dapat dimengerti sebagai hak untuk menggunakan (right to use), untuk mengubah bentuk dan isi hak kepemilikan (to change its form and substance), dan untuk memindahkan seluruh hak-hak atas asset (to transfer all rights in the asset), atau beberapa hak (some rights) yang diinginkan. Dengan deskripsi ini, hak kepemilikan hampir selalu berupa hak eksklusif (exclusive right). Sedangkan Bromley dan Cernea (1989:5) mendefinisikan hak kepemilikan sebagai hak untuk mendapatkan aliran laba yang hanya aman (secure) bila pihak-pihak yang lain respek dengan kondisi yang melindungi aliran laba tersebut.

Hak kepemilikan bias didefinisikan sebagai hak-hak untuk memiliki, menggunakan, menjual, dan mengakses kesejahteraan. Kepemilikan (property) disini berupa kepemilikan yang fisik (obyek konsumen, tanah, peralatan-peralatan modal) dan kepemilikan yang tidak terlihat (intangible property), seperti ide, puisi, dan formula/rumus kimia. Namun, barangkali di antara sekian banyak hak kepemilikan yang ada, bentuk hak kepemilikan yang paling penting bagi teori ekonomi adalah tenaga kerja dan alat-alat produksi. Faktanya, kebijakan-kebijakan hak kepemilikan terus diarahkan untuk menjamin kepastian factor produksi, seperti lahan, tenaga kerja, dan modal. Faktor produksi tersebut mendapatkan prioritas untuk mendapatkan kepastian hak kepemilikannya, sebab bila tidak dilindungi dipastikan kegiatan produksi (ekonomi) akan macet.

Caporaso dan Levine menjelaskan dua teori yang berbeda mengenai hak kepemilikan, yang sebetulnya mengekspresikan respons yang berlainan terhadap dugaan bahwa hak-hak itu semacam politik. Pertama, aliran positivis berargumentasi bahwa hak-hak diciptakan melalui system poltik. Kedua, aliran hak alamiah (natural rights school) yang berargumentasi bahwa seseorang sejak lahir telah memiliki hak (innate rights), yang kadangkala merujuk kepada hak-hak yang tidak bias disingkirkan (inalienable rights). Dengan begitu, aliran positivis menidentifikasi hak-hak dengan hokum (law), sementara aliran hak-hak alamiah mencoba menggali hak-hak tersebut dari sisi luar hokum (outside of existing law). Lebih dari segalanya, hak kepemilikan harus dilihat dari perspektif yang dinamis, bukan statis. Maksudnya, hak kepemilikan tidak Cuma merujuk kepada kondisi asli (original condition) yang harus eksis bagi hubungan pertukaran, tetapi sifat dan keluasan dari hak kepemilikan harus terbuka bagi kemungkinan terjadinya perubahan (open to change).

Dalam konteks kerangka kerja neoklasik, Tietenberg menerima premis yang dikembangkan oleh aliran neoklasik dan menyarankan bahwa struktur yang efisien dari hak kepemilikan dapat memproduksi alokasi sumber daya yang efisien pula. Kemudian dia mengidentifikasi empat karakteristik dari hak kepemilikan yang penting:
  • Universalitas: seluruh sumber daya dimiliki secara privat dan seluruh jatah (entitlement) dispesifikasi secara lengkap.
  • Eksklusivitas: seluruh keuntungan dan biaya diperluas sebagai hasil dari kepemilikan dan pemamfaatan sumber daya seharusnya jatuh ke pemilik, dan hanya kepada pemilik, baik secara langsung (directly) maupun tidak langsung (indirectly), melalui penjualan atau yang lain.
  • Transferabilitas: seluruh hak kepemilikan seharusnya dapat dipindahkan (ditransfer) dari satu pemilik kepada pihak lain lewat pertukaran sukarela (voluntary exchange).
  • Enforsibilitas: hak kepemilikan seharusnya dijamin dari praktik keterpaksaan (onvoluntary exchange)

Pada akhirnya, bila dipilah-pilah jenis-jenis hak kepemilikan yang eksis dalam masyarakat, setidaknya terdapat tige tipe yang penting, yakni hak kepemilikan individu (private property right/ownership), hak kepemilikan Negara (state property right/ownership), hak kepemilikan komunal (communal property right/ownership). Hak kepemilikan individu/pribadi dimaksudkan bahwa setiap individu berhak mengusai dan memiliki asset spesifik yang diinginkan. Sedangkan, hak kepemilikan Negara diartikan bahwa aset spesifik hanya dibolehkan menjadi milik Negara sehingga individu/pribadi tidak diperkenankan untuk memilikinya. Sementara itu, hak kepemilikan komunal tidak lain merupakan kepemilikan yang dipunyai oleh kelompok yang telah terdefinisikan dengan baik (well-defined group) dari orang-orang yang bergabung untuk menggengam aset yang tidak bias dipindahkan (non-transferable asset). Jadi intinya hak kepemilikan dalam literature ekonomi kelembagaan baru (new institutional economics) dapat dipisahkan dalam empat tipe berikut:
  • Rezim kepemilikan individu/pribadi (private property regime), yakni hak kepemilikan dan aturan-aturan yang ditetapkan oleh individu sebagai pemeliknya.
  • Rezim kepemilikan bersama (common property regime), yakni hak kepemilikan dan aturan-aturan yang ditetapkan oleh komunitas.
  • Rezim kepemilikan Negara (state property regime), yakni hak kepemilikan dan aturan-aturan yang ditetapkan oleh Negara.
  • Rezim akses terbuka (open access regime), yakni hak kepemilikan dan aturan-aturan yang tidak ditetapkan (not assigned) oleh siapapun.


Hak Kepemilikan dan Rezim Sistem Ekonomi

Jika berbicara mengenai rezim system ekonomi, setidaknya bisa didekati dalam tiga kelompok besar. Pertama, rezim system ekonomi kapitalis. Dalam system ini seluruh kepemilikan dimiliki oleh sector privat (swasta). System ini percaya bahwa hak kepemilikan privat (private property rights) yang dimediasi oleh mekanisme pasar akan menghasilkan pencapaian ekonomi yang efisien. Kedua, rezim system ekonomi sosialis. Berbeda dengan system ekonomi kapitalis yang menyerahkan hak kepemilikan kepada sector privat, system ekonomi sosialis mengandaikan hak kepemilikan ada di tangan Negara (state property rights). Negara yang berhak untuk memiliki dan mengelola seluruh sumber daya ekonomi yang tersedia, seperti tanah. Ketiga, rezim system ekonomi campuran. 

Source :
Yustika, Ahmad Erani. 2012. Ekonomi Kelembagaan : Paradigma, Teori dan Kebijakan. Jakarta. Erlangga.


#TUGAS 7


Komentar

Postingan Populer